Powered By Blogger

Senin, 19 Maret 2012

Tempat Bersejarah Buahdua Di Sumedang Menjadi Monumen Tidak Monumental

Para Pejuang Jainan Mataram & Revolusi Singgah Di Situ

GUNUNG Tampomas yang rindang seolah meneduhinya. Kesan nyaman terasa di daerah sekltarnya. Hanya sesekali terdengar suara kendaraan bermotor lewat atau deru mesin "heleur" penggiling padi. Suara seperti itu seakan alunan yang khas menghiasi daerah Buahdua, sebuah Kota Kecamatan bersejarah di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Penduduk daerah itu umumnya petani padi bahkan banyak yang digelari "bandar beras" yang terkenal dengan produkslnya "Beras Sumedang Kualltas Nomor Satu."
Jika memasuki daerah Buah¬dua dari arah kota Sumedang, berbagai macam panorama akan nampak. Petakan sawah berumpak seperti tangga, berpadu dengan kerimbunan pepohonan di sebelah ujungnya. Di antara petakan sawah terlihat kepulan asap seperti air sedang menguap. Di sekitar daerah Conggeang dan Cileungsing, kolam - kolam air panas yang langsung mengalir dari Gunung Tampomas, menambah kenyamanan suasana. Walaupun tanpa penataan yang sempurna, seperti layaknya tempat rekreasl, namun penduduk setempat maupun dari luar dae¬rah menjadikannya sebagal tempat wisata. Bahkan sebagian penduduk, ada yang memanfaatkan air panas di situ untuk pengobatan penyakit kulit.
Hampir masuk ke Kota Keca¬matan Buahdua, akan terlewati pula dinding bukit penuh batu-batu besar. Letaknya di pinggir jalan. Konon menurut penduduk, batu - batu besar itu berasal dari atas Gunung Tampomas yang digelindingkan oleh "Gerom-bolan Darul Islam" (DI) untuk menghalau tentara dan rakyat yang melakukan Pagar Betis. Batu-batu besar di pinggir jalan itu sepintas tak ada istimewanya. Namun benda itu merupakan monumen yang belum pernah tersentuh upacara peresmian. Padahal berhak sebagai saksi-mati bagi peristiwa Di dekade 1960-an.
Tahun 1949 daerah itu merupa¬kan basis tentara kita setelah per¬istiwa "Long March". Bahkan lapangan Darongdong di Desa Buahdua tak kurang memiliki. Arti penting dalam sejarah perjuangan Bangsa kita. Di tempat itulah tanggal 10 Nopember 1949 dilaksanakan upacara Kenegaraan penyematan Bintang Gerilya, setelah lima tahun Bangsa kita terlibat dalam revolusl - fisik. Yang hadir dalam upacara itu selain misi millter Kerajaan Be-landa juga hadir Sri Sultan Hamengkubuwono IX beserta Komandan Teritorium III Siliwangi Kolonel Sadikin. Sejak itulah Buahdua dijuluki sebagai Yogya-karta II.
Menengok jauh ke belakang, Buahdua memiliki arti penting, khususnya bagi Kabupaten Su¬medang. Menurut ceritera para orang tua "buhun" Buahdua memiliki arti strategis bagi kerajaan Mataram. Pasukan tentara Mataram ketika Itu hendak mela¬kukan penjelajahan ke Batavia.
Sehingga daerah Kerajaan Su¬medang yang terlewati dijadlkan tempat persinggahan bala - ten¬tara Mataram. Plhak kerajaan Sumedang Rd. Kartadibrata Kusumahdinata IV (Keturunan Raja Sumedang Larang) meng-angkat puttenya Raden Agus Salam menjadi "Cutak", yang di-tugaskan memimpin pasUkan "protokoler", sebagai penerima tamu rombongan Kerajaan Mata¬ram.
Rombongan Kerajaan Mata¬ram itu atas pertlmbangan sekuriti dari pihak Raja Sumedang, ditempatkan di Buahdua. Mungkin secara geografls Buahdua merupakan daerah tersembunyi,; daerah yang nyaman bagi kegiatan "refreshing" tentara, karena letaknya dinaungi Gunung Tampomas.
Semula rombongan Kerajaan Mataram yang akan tinggal di daerah Buahdua hanya sekedar dua - ratus orang saja. Namun ternyata pada waktunya membengkak jadi dua-ribu orang. Betapa rumit teknis pengaturannya, terutama dalam hal pengadaan makanan. Kenyataan ini tentu merupakan tanggungjawab Rd Agus Salam.
Berkat usaha keras Rd Agus Salam dengan kemampuan "meta-rasional" yang dianggap "paranormal" Oleh orang - orang sekarang, ternyata persiapan makanan yang diperlukan untuk menjamu rombongan berjalan lancar, tepat pada waktunya. Bahkan ketika rombongan met ninggalkan Buahdua, "Tim Pro1 tokoler" pimpinan Rd Agus Salam sempat memberikan bing-kisan makanan untuk perbekalan perjalanan menuju Batavia.
Peristiwa tersebut dinilai pihak Kerajaan Sumedang maupun Mataram, sebagai satu keberhasilan Rd Agus Salam. Beliau diju¬luki orang ahli dalam hal membagi - bagi makanan. Dalam Bahasa Sunda dikenal dengan isti-lah "Juru Duum" atau "Malandang". Kata - kata itu kini diabadikan menjadi nama sebuah dusun dan tempat pemakaman Rd Agus Salam. Dusun Malandang terletak sebelah barat kota Kecamatan Buahdua.
Keharuman nama Rd Agus Salam menjadi kebanggaan seluruh penduduk Buahdua. Mulai saat itu bahkan hingga sekarang, kawasan kekuasaan Rd Agus Salam menjadi "panyeuseupan" Penduduk dalam hal kesuburan. "Panyeuseupan" (tempat mengisap), menurut riwayat, dianalogikan dengan "Buah - Dada" (Sunda: Pinareup) sebagai sumber makanan awal kehidupan manusia. Mungkin kata - kata "Buah Dada" dianggap orang dari generasi berikutnya terlampau "vulgar", maka dirubah menjadi "Buahdua". Sementara itu makam Rd Agus Salam lebih terkenal dengan makam Eyang Malandang.
Makam itu terletak sekitar satu km dari kota kecamatan. Menuju ke makam itu, harus berjalan kaki beberapa meter melewati pesawahan. Dirimbuni pohon bambu dan alang - alang, pinggirannya hanya dipagar bambu. Sebagai batu - nisannya cukup dengan-potongan kayu. Yang jelas makam itu merupakan monumen yang memiliki nilal sejarah yang tidak monumental lagi. (WAN ABAS)*** 1

0 komentar:

Posting Komentar